Banyak anak dalam proses tumbuh kembangnya terlibat dalam konflik orang tua, bersekutu dengan ibu, dan bersama-sama menyalahkan ayah. Sekilas tampak seperti mendukung ibu, namun hal ini dapat menimbulkan masalah hubungan yang mendalam di masa dewasa: sulit membangun hubungan intim, cenderung menyerang atau menarik diri dalam interaksi sosial, serta memiliki ketakutan yang kuat terhadap konflik. Akar dari semua ini adalah pola triangulasi yang khas dalam sistem keluarga.



Pertama, dampak negatif triangulasi. Dalam keluarga yang sehat, orang tua seharusnya menjadi aliansi yang stabil, sementara anak-anak menjaga batas yang wajar dengan orang tua. Namun saat ibu membiarkan anak memikul peran sebagai sekutu emosional, anak terpaksa menanggung beban emosional yang tidak sesuai usianya; harus memilih dengan sulit antara loyalitas dan pengkhianatan; serta belajar mempertahankan hubungan dengan cara membentuk kubu dan menyerang. Pola ini akan terinternalisasi, memengaruhi setiap hubungan intim dan interaksi sosialnya di masa depan. Dalam film "The Wedding Banquet", pelukan diam ayah membuat sang anak paham: ayah bukan musuh, melainkan seseorang yang menanggung tekanan dan cinta yang tak mampu diungkapkannya. Keluarga Tionghoa sering menjadikan ayah sebagai "sasaran tembak", namun melupakan kerapuhan di baliknya.

Kedua, efek samping aliansi. Bersekutu dengan ibu membuat semua orang menjadi stagnan, ibu kehilangan motivasi untuk menghadapi masalah rumah tangga secara langsung dan terus berperan sebagai korban; ayah terus-menerus diserang, menjadi semakin dingin atau justru semakin marah; anak kehilangan kemampuan untuk melihat kompleksitas sifat manusia, berpikir secara dikotomis, dan saat dewasa tetap menggunakan pola "menyerang, menyalahkan, membentuk kubu" dalam menghadapi konflik sosial.

Ketiga, bagaimana keluar dari pola ini. Berhenti menjadi corong dan hakim dalam konflik, jaga batas terhadap keluhan ibu: "Aku sayang padamu, tapi konflik kalian harus kalian selesaikan sendiri." Ini adalah tanda kedewasaan, bukan ketidakpedulian. Lihat kembali sosok ayah secara utuh, coba pahami keterbatasannya, bahkan cari kesempatan untuk berdialog: "Bagaimana masa kecil ayah? Apa yang ayah sesali?" Kamu akan menemukan ayah bukan semata-mata "orang jahat", melainkan seseorang yang punya luka, cinta, dan pergulatan. Bangun kembali cara pandang terhadap hubungan: konflik adalah hal yang normal; sifat manusia itu kompleks; orang dewasa yang matang tidak terburu-buru menyerang atau membentuk kubu, melainkan mengekspresikan kebutuhan dan mencari solusi bersama.

Keempat, pertumbuhan sejati datang dari keluar dari "medan perang". Dalam keluarga, tidak ada orang yang sepenuhnya baik atau jahat, hanya ada orang-orang yang berusaha hidup dengan luka masing-masing. Ketika kamu tidak lagi menjadi anak yang bersekutu dengan ibu, barulah kamu benar-benar dewasa—memiliki batasan, penilaian independen, hubungan yang stabil, serta pemahaman yang lebih dalam terhadap orang tua dan diri sendiri.

Keluarga seharusnya bukan medan perang seumur hidup; hanya dengan keluar dari hubungan segitiga, kamu bisa menemukan dirimu yang sesungguhnya.
Lihat Asli
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
  • Hadiah
  • Komentar
  • Posting ulang
  • Bagikan
Komentar
0/400
Tidak ada komentar
  • Sematkan
Perdagangkan Kripto Di Mana Saja Kapan Saja
qrCode
Pindai untuk mengunduh aplikasi Gate
Komunitas
Bahasa Indonesia
  • 简体中文
  • English
  • Tiếng Việt
  • 繁體中文
  • Español
  • Русский
  • Français (Afrique)
  • Português (Portugal)
  • Bahasa Indonesia
  • 日本語
  • بالعربية
  • Українська
  • Português (Brasil)